Engel Tanzil, Lestarikan Budaya Lewat Galeri Seni

Seni merupakan sebuah elemen yang menjadi warna dalam kehidupan manusia. Berbicara soal seni tentu tak akan ada habisnya. Kehadirannya selalu memberikan sensasi berbeda pada setiap orang yang bersentuhan dengannya.

Namun di balik itu semua, seni memiliki pesan bagi mereka yang telah melihat, mendengar, dan merasakannya.

Pesan inilah yang coba ditangkap dan diterjemahkan oleh Engel Tanzil. Melalui Dia.Lo.Gue Artspace yang ia dirikan, Engel menyatukan seniman dan penggemar seni dalam satu wadah. Di tempat ini, kreasi, passion, dan cinta melebur menjadi satu bahasa.

Ditemui di galerinya yang terletak di kawasan Kemang Selatan, Jakarta, Engel membagikan pengalamannya selama bersentuhan dengan dunia seni serta usahanya dalam membangun komunikasi tanpa tapal batas antar para pecinta seni melalui Dia.Lo.Gue.

"Buat saya, seniman ialah orang yang memiliki passion terhadap apa yang ia kerjakan.”
“Buat saya, seniman ialah orang yang memiliki passion terhadap apa yang ia kerjakan.”

Makna Seni bagi Engel

“Seni itu sangat subyektif dan luas. Seorang arsitek bisa dibilang sebagai seorang seniman. Seorang pengrajin dengan bambunya buat saya adalah seniman. Kenapa? Karena dia mencintai apa yang ia lakukan. Buat saya, seniman ialah orang yang memiliki passion terhadap apa yang ia kerjakan,” ujar perempuan kelahiran Bandung, 28 April 1974 ini.

Pernyataan tersebut membuka percakapan antara Engel dengan Perempuan.com. Menjalin komunikasi dengan Engel membawa sebuah nuansa tersendiri.

Kesan sebagai wanita yang ekspresif dan cenderung sensitif terlihat jelas kala melihat sorot mata, mimik wajah, dan intonasi dari setiap kata yang diucapkannya.

Engel mengakui bahwa sedari kecil ia sudah menyukai segala hal yang berhubungan dengan seni. Ia gemar menari Jawa dan Sunda, memainkan musik tradisional seperti angklung dan gamelan. Dari situ ia suka tampil di berbagai acara dengan membawakan tarian tradisional maupun memainkan musiknya.

Di sisi lain, Engel juga mempunyai pemikiran bahwa seni juga sangat berarti terhadap pengangkatan eksistensi dan kontribusi wanita bagi masyarakat.

Melalui seni, wanita bisa menunjukkan bahwa mereka juga layak untuk dihargai. Hal ini dikarenakan seni yang dituangkan oleh kaum Hawa bisa menegaskan bahwa wanita mempunyai akhlak, pikiran, dan jiwa.

Filosofi Dia.Lo.Gue

Kecintaannya pada seni membuatnya tergerak untuk mendirikan sebuah wadah bagi para peminat dunia seni untuk saling bertukar pikiran, berdiskusi, dan menjalin relasi. Berangkat dari situ, maka ia bersama suaminya, Hermawan Tanzil, serta kedua rekannya, Windy Salomo dan Franky Sadikin, mendirikan Dia.Lo.Gue Artspace pada akhir tahun 2010 lalu.

“Kami ingin mempunyai suatu artspace yang terbuka untuk umum, di mana di situ menjadi tempat berkumpulnya orang-orang kreatif. Entah itu seniman, desainer, arsitek, atau orang biasa, siapapun itu yang mempunyai bahasa yang sama, yakni seni, desain, dan budaya,” ujarnya.

engel-web2
“Pada intinya saya ingin membuat tempat yang tidak perlu mewah, namun orang bisa menikmatinya.”

Filosofi nama “Dia.Lo.Gue” sendiri terbentuk dari tiga suku kata bahasa daerah Betawi, yakni dia (dia), lo (kamu), dan gue (saya). Ketiga kata tersebut saling bersinergi dan memunculkan sebuah makna.

Gabungan dari ketiga kata tersebut memunculkan sebuah kata baru, yakni dialogue, yang berarti dialog atau percakapan dalam Bahasa Inggris.

“Jika ada dialog yang tercipta, meskipun kita mempunyai karakter dan latar belakang yang berbeda, maka itu tidak akan menutupi jati diri kita sebagai orang yang mencintai seni dan budaya, khususnya budaya Indonesia” jelasnya.

Melalui Dia.Lo.Gue, Engel hendak merubah persepsi masyarakat bahwa galeri seni merupakan tempat yang cenderung kaku dan hanya untuk golongan tertentu.

Ia ingin mendefinisikan ulang makna galeri seni, yakni bahwa seni dan desain adalah untuk semua orang, di mana setiap orang bisa datang, diterima, dan dihargai apapun pendapatnya tentang seni. Terlepas dari apapun latar belakangnya.

“Maka dari itu, di sini kita tidak hanya menyelenggarakan pameran saja, namun kita juga sering mengadakan talkshow. Adapun temanya bermacam-macam, bisa tentang kesetaraan gender, pelestarian orangutan, fotografi, dan segala macamnya,” papar lulusan Fakultas Hukum Universitas Parahyangan ini.

Didominasi Unsur “Nature”

Keunikan lain yang terdapat dalam Dia.Lo.Gue juga bisa ditemukan dari segi interior bangunannya. Setiap pengunjung yang memasuki Dia.Lo.Gue akan dengan mudah melihat dan merasakan unsur alam atau nature yang kuat dalam interiornya.

Dominasi ornamen kayu-kayuan dan adanya taman di bagian belakang menegaskan hal tersebut. Kesan minimalis juga dapat kita lihat saat berada di dalam galeri ini.

Mungkin hal tersebut dimaksudkan untuk membuat suasana menjadi lebih intim dan mendobrak sekat-sekat eksklusivitas yang selama ini membatasi interaksi dan pemikiran banyak orang dalam menilai sebuah karya seni.

“Sebenarnya ini lebih ke idealisme kita. Pertama, kita memang mau untuk melestarikan alam. Kemudian, kita ingin ada pencahayaan yang natural. Kayu-kayu yang ada di sini kebanyakan recycle. Ada yang dari bekas bangku sekolah, ada pula yang dari bekas toko yang mau tutup di Pasar Baru. Daripada kayunya dibuang maka kita membelinya. Pada intinya saya ingin membuat tempat yang tidak perlu mewah, namun orang bisa menikmatinya,” ungkapnya.

Selain berupa galeri seni, di dalam Dia.Lo.Gue juga terdapat sebuah kafe. Tak cukup sampai di situ, di bagian depan kita juga akan mendapati toko yang menjual beragam pernak-pernik asli Indonesia, seperti lampu, buku jurnal, poster, jam, kalender, dan sebagainya.

Produk-produk tersebut memiliki satu kesamaan, yakni desainnya terbilang unik dan jarang dijumpai di toko-toko lain yang menjual produk serupa.

Engel ingin mendefinisikan ulang makna galeri seni, yakni bahwa seni dan desain adalah untuk semua orang, di mana setiap orang bisa datang, diterima, dan dihargai, terlepas dari apapun latar belakangnya.
Engel ingin mendefinisikan ulang makna galeri seni, yakni bahwa seni dan desain adalah untuk semua orang, di mana setiap orang bisa datang, diterima, dan dihargai, terlepas dari apapun latar belakangnya.

Dalam memasarkan usahanya ini, Engel membiarkannya mengalir apa adanya, seperti air dan gelombangnya. Ia mengandalkan word of mouth atau promosi dari mulut ke mulut. Ia menyakini bahwa kualitas dan karakter dari brand yang ia usung akan memancing khalayak dengan sendirinya untuk masuk dan mengenal Dia.Lo.Gue Artspace lebih dalam.

Dia.Lo.Gue sendiri juga rutin mengadakan berbagai kegiatan internal secara periodik. Adapun kegiatannya lebih mengarah pada konsep edukasi. Salah satunya ialah “sMart Dialogue”. Melalui kegiatan yang diselenggarakan setahun dua kali ini, pengunjung atau pembeli dapat berinteraksi langsung dengan si pembuat karya seni.

“Dari situ terjadilah sebuah dialog. Pembeli bisa menyampaikan masukannya pada pembuat karya. Bagi saya kegiatan ini positif sekali,” katanya.

Persiapan Jelang Natal

Pada kesempatan ini, Engel juga membagikan kisahnya dalam memanfaatkan momen hari Natal yang sebentar lagi akan ia rayakan bersama keluarganya.

Dalam rangka menyambut hari raya Natal, Engel menceritakan bahwa ia selalu membuat hiasan Natal bersama kedua anaknya setiap tahun. Tak terkecuali pada tahun ini.

Di situ mereka berdiskusi, hiasan Natal macam apa yang akan dibuat. Bisa dari foto-foto keluarga maupun gambar yang dibuat oleh anak-anaknya. Semuanya bisa dikreasikan menjadi hiasan yang manis.

“Natal itu sebenarnya tidak perlu mewah. Yang penting kita menyadari apa artinya keluarga dan teman bagi kita. Menyadari apa arti hidup. Apakah selama kita hidup kita sudah mensyukuri apa yang kita dapat? Natal itu ialah saat kita percaya bahwa Dia ada, dan Dia lahir ke dunia ini untuk menyelamatkan umat manusia, itulah arti Natal yang sesungguhnya,” ujarnya.

Menjelang akhir perbincangan di pagi hari itu, tak lupa Engel menyampaikan harapan dan cita-citanya bagi dunia seni Tanah Air yang begitu ia cintai.

“Saya ingin agar kelak suatu saat nanti budaya Indonesia bisa lebih dicintai oleh bangsanya sendiri dan lebih dikenal di mata dunia,” tandasnya. (stv)

Teks: Stephen Willy
Foto: Stephen Willy, Dok. Dia.Lo.Gue Artspace

*) Artikel ini dapat juga dibaca di laman Perempuan.com, 25 Desember 2013. Berikut tautannya: http://perempuan.com/library/2013/des/2/#18 (versi e-magazine)


Leave a comment